I've got this Viral Linking TAG from one of My Best Friends Dews room, he says that this is some kind of virus... he mean it's spreading fast like a virus! Wow.... and he says that her friends got PR 2 in less than 3 months! Hmm very interesting... so i decided to join this Viral Link TAG and i will pass this along too.
{Start Copy Here}
Rules:
BLOGGERS:
#1. Scraps & Shots #2. Simply Jen 3. This and That 4. Fab & Chic Finds 5.A Slice of Life 6. Jenny Talks 7.Tech Stuff Plus 8. Food on the Table 9. Aussie Talks 10. When Mom Talks 11. Moments of My Life 12. My Crossroads 13. A Life in Bloom 14. Because Life is a Blessing 15. Digiscraptology 16. BLOGSILOG 14.Cherry's Comfort Zone 15. DigiScrapz: Captured Memories 16. Buzzy Me 17. Fab Finds, Etc. 18. Thinking Out Loud 19. Wishing and Hoping 20. PRC Board Exam Results 21. Jobs Abroad 22. My Blog Portfolio17.Race Corner 18. Mommy Talks. 19. Home and Health 20. All Kinds of Me Stuff 21. Ink Baby Studios 22.The Salad Caper 23. Winding Creek Circle 24. Aggie Scraps 25. Momma Stuff 26. We Are Family 27.Gandacious 28. Busynessworld 29. Folcreative 30. Swanportraits 31. Rumination Under The Clouds 32.Consciously Think 33. Sprawt 34. Healthy Skinny 35. Geekyology 36. When Mom Speaks 37. Rumination38. Amiable Amy 39. Captured on Time 40. Pit of Gadgetry 41. Me and Mine 42. Little Peanut 43. Creative in Me 44. Around the world 45. Pea in a Pod 46. For the LOVE of Food 47. Music of My Heart 48. It’s Where the Heart Is 49. Blog in to Space 50. A Mothers Horizon 51. Simply me 52. Whats Up 53. Comedy Plus 54.Lovin' Life 55.Ozzy's Mom 56. Apple and Candie 57. I was once lost in love 58. Pinay in Love 59. Pau's Big Thoughts 60. Twisted Angel 61. Hailey's Beat and Bits 62. Living A' La Mode 63. Bits and Pieces 64. Honey and Daisy 65. Pinay Ads 66. Great Kingkay 66. It's Naptime 67. Lisgold 68. Signe Says 69. Thomas Web Links 70. Thomas Travel Tales 71. Nita's Corner 72. Great Finds and Deals 73. Nita's Ramblings 74.Batuananons 75. Filipino Online Community 76. Healthy Living and Lifestyle 77. CompTechGadgets 78.Nita's Random Thoughts 79. Make Money Online 80. Erlinda's Wandering Thoughts 81. Kitty's haven 82.This and That 83. Shoppaholic girly 84. My Life in this Wonderful World 85. My Online World 86. Joys in Life 87. Journey in Life 88. Tere's World 89. Jean's Live it Up 90. Muzikistah 91. Maharot 92. SUPASTAH!93.Life is a constant journey 94.Amazingly Me 70. Treeennndddzzz 96. otwarteInfo’s 98. AdventureSage 99. in-Tech Revolution 100. LovingMore 101. From Melissa's Desk 102. denz Recreational 103. Network of Combined Ideas 104. Sheltered Not Shattered 105. Mommying on the Fly 106. Me, Myself and Darly 107. Stay at Home Mom 108. Harmony in Motion 109. My Happy Thoughts 110. Mommyhood is Thankless 111. Life is Random. SO.I.AM 112.Life's sweet and spices 113. Rainbow Colored Me 114. My Oweini Life 115. All About Mye Life 116. Is it Bedtime Yet 117. Super Coupon Girl 118. My Life.... My Journey 119. Project Wicked Blogs and Reviews 120. Life According To Me 121. WilStop 122. I Love Pixels 123. Cellulitic Bliss 124.Underneath It All 125. Momstart 126. Pinaymama's Diary 127. My Heart 4 Him 128. 1StopMom 129.Random Chronicles 130. Maeyonnaise 131.Blessings in Life 132. Survivor Mom 133. Sharing my Thoughts134. Beautiful Language 135. Medical Updates 136. Living in One Income 137. Mommy Elvz 138.elymac&frendz 139. BeinG mYselF 140. Love's Haven 141. Mi Mundo Del Amor 142. Budiawan Hutasoit. 143. Mr6ta 144. Kios Info 145. Dews Room 146. untaianhikmah 147 gizinews 148.Your Blog Here...
{END Copy Here}
I am tagging all of my friends who wanted to increase their blogs traffic, PR, Technorati Authority and even backlinks. Zona teknologi, blogendeng, jogjacartoon, prima lokomotif, global warning, nurwita site, coretan dinding, ekspresi diri
Kamis, 27 November 2008
VIRAL-LINKING-TAG
Senin, 24 November 2008
SANG DIREKTUR (cerpen)
Jam telah berdentang 12 kali. Namun Harnowo masih terduduk diteras terbungkus resah. Wajahnya ditekuk, tangan kiri meijit-mijit jidat. Sesekali dia menghela napas panjang, seolah menghempaskan beban yang menyesakkan dada. Entah apa yang berkecamuk di hatinya.
Dia adalah anak bungsu kebanggaanku. Dari 5 bersaudara, dialah yang paling berhasil dalam kariernya. Sekarang ini dia adalah seorang Direktur suatu rumah sakit pemerintah. Karena kesibukannya, dia sangat jarang menengokku. Belum tentu setahun sekali dia menenggok aku, ibunya yang tinggal sebatang kara ini. Seperti biasa, kali ini dia datang sendiri dengan wajah kusut masai. Tanpa ditemani anak-anaknya. Apalagi istrinya yang juga seorang dokter itu. “ Sibuk !” itulah jawaban klasik yang selalu jadi alasan.
Dia masih membatu ketika aku datang menghampirinya. Ku duduk disebelahnya, sambil menyisir gelap malam penyimpan sejuta misteri.
“Harnowo!.. ada apa?”tanyaku penuh kelembutan.
“Ndak ada apa-apa kok bu”, jawabnya datar. Matanya terus menyusuri pekatnya malam. Entah mencari jawaban, ataukah sembunyi dari pertanyaanku barusan.
“Jangan bohong sama ibu! Ibu tahu kamu ada masalah”.
”Ndak kok bu ! Cuman lelah saja”.
”Lelah apa?”.
”Ya....lelah mikir pekerjaan bu..”.
”Ah..mosok”.
”Maklum bu !.. sebagai Direktur semua masalah bertumpu padaku. Mulai dari membuat perencanaan, pengaturan anggaran, proyek ini-itu, laporan-laporan, belum kalau ada pemeriksaan dari Irjen atau BPK. Belum lagi kalau ada komplain pasien gara-gara dokternya perawatnya mogok. Bahkan sampe WC mampet, genting bocor saja harus aku yang mikir. Aku lelah bu....sangat lelah”.
”Lho.... Kamu kan punya anak buah !? Ada wakil direktur. Ada kepala bagian, kepala seksi, kepala Instalasi, kepala unit dan masih banyak lainnya. Kamu tinggal nyuruh-nyuruh mereka to !”.
”Iya sih bu. Tapi................aku tidak percaya sama mereka. Mereka itu nggak becus kerjanya. Yang dipikir hanya bagaimana dapat untung. Kalau nggak gitu, yang dipikir ya cuma insentif, insentif dan insentif”.
”Ah ...mosok begitu. Lha kamu sendiri bagaimana?”
Harnowo hanya diam. Tapi kerisauan, kegelisan tampak jelas bergelayut dimatanya yang memandang jauh di kegelapan. Seakan ingin bersembunyi di kelamnya malam. Sementara kabut tipis mulai turun. Dinginnya mulai menembus jaket tebal yang kukenakan. Ya..jaket pemberiannya. Saat dia masih jadi dokter Puskesmas. Saat dia belum menikah dengan dokter Dian. Saat dia belum sesukses sekarang. Saat dia masih memperhatikan ibunya. Tidak seperti sekarang!
”Lelah bu, aku sangat lelah !! sangat !!. Rasanya ingin berhenti saja. Istirahat dirumah. Tapi gimana ...dirumah juga nggak ada siapa-siapa. Istri pergi terus, anak-anak juga nggak tahu kemana”.kata Harnowo datar sambil sesekali menarik napas dalam-dalam.
”Lho..lha istrimu kemana? Juga anak-anakmu, Eko, Dwi, dan Tri? Harusnya mereka dirumah to?”
”Entahlah Bu..”
”Kamu ini bagaimana to le?! Kamu ini kan kepala keluarga, mosok nggak tahu mereka kemana”.
”aku sibuk bu..”.
”sibuk ! terus keluarga nggak diurus gitu? Dosa itu namanya !!”
”Aku sibuk bu. Sebagai direktur pekerjaanku terlalu banyak. Apalagi stafku ndak bisa dipercaya”.
” Ah ..mosok !! jangan-jangan kamu saja yang tidak bisa mimpin. Jadi direktur kok sembarang dipikir sendiri. Harusnya bagi-bagi tugas to!!”
Harnowo hanya diam. Sambil menarik napas panjang, kembali dia memijit-mijit kening dan batang lehernya.
”Ya sudah,gimana kalau hal ini ibu sampaikan pada Pak De’mu yang jadi Dirjen?”.
”Maksud ibu?”
” Ya,..biar kamu tidak usah jadi Direktur saja !!”.
Harnowo tersentak ! kaget !
”Ibu gimana sih. Ya jangan !!!”.
”Kok jangan ?”
”Ya jangan. Tidak bisa begitu bu!”.
” Kok tidak bisa bagaimana?. Kan tinggal kamu diganti, atau mengundurkan diri beres to?. Dengan begitu kamu bisa lebih santai, longgar, bisa menikmati hidup, bisa sering kumpul membina keluarga, bisa sering-sering nengok ibu. Coba mana?! Berapa tahun sekali kamu nengok ibu ?. Apalagi istrimu itu. Juga anak-anakmu. Jangan-jangan... mereka tidak tahu, kalau punya nenek disini”.
”Ya ndak gitu bu”, gerutunya sambil mengambil sebatang rokok, menyulut dan menghisapnya dalam-dalam.
”Dokter kok ngrokok !!! katanya ndak baik buat kesehatan?”.
”Ah ibu... bawel amat sih!” jawabnya kesal sambil mematikan lagi rokoknya. Sementara malam terus bergulir. Membagi-bagi mimpi bagi mereka yang sudah terlelap.
”Sekarang bagaimana?”, tanyaku lagi
”Bagaimana, apanya bu?”.
” Yang tadi ! bagaimana kalau ibu bilang sama pak de’mu? Biar kamu tidak usah jadi Direktur saja”.
”Tidak bisa begitu bu !”.
”Tidak bisa bagaimana?”, kataku mulai jengkel.
Harnowo tetap diam dan membisu. Kembali dia memijit-mijit jidatnya.
”Tidak bisa bagaimana? Ditanya orang tua ndak njawab !!!”, bentakku sambil menahan emosi. Harnowo memandangku sebentar, kemudian menghela napas panjang.
” Bu...jadi direktur, memang semua pekerjaan, permasalahan mengalir ke mejaku. Mulai proyek gedung ini-itu, renovasi bangsal sampai saluran limbah. Dari operasi jantung sampai operasi kutil. Dari pengadaan CT scan sampai pengadaan obat. Belum penerimaan pegawai, aku yang harus nangani bu. Memang lelah, melelahkan ! Tapi sebenarnya dari situlah rejeki saya bu! Dari rekanan proyek, CV ini-itu, alat kesehatan, leveransir makanan, obat, reagen, dari pegawai baru. Makanya aku bisa bayar cicilan beberapa apartemen, mobil mewah, beli barang-barang antik. !”, jawabnya.
”Lho...itu kan ilegal, gratifikasi, kolusi, korupsi ! kalau ada pemeriksaan bagaimana?”.
”Ah itu kecil bu ! paling-paling yang mriksa Irjen. BPKP, BPK. Atau KPK sekalian. Toh mereka manusia juga. Kasih amplop beres bu !”.
“ O…..begitu ya”, jawabku datar. Entah mengapa ada kegetiran merayap ke sekujur tubuh. Awanpun mengambang dipelupuk mataku. Inikah anakku? Yang seorang Direktur kebanggaanku itu?
Kukuatkan hati. Kulempar kegetiran digelapnya malam dibalik senyum hambar yang kupaksakan.
“ Terus, yang membuat kamu resah apa?” tanyaku lagi
“E..e.. anu bu..” katanya dengan bimbang.
“anu apa?”
“E…e…anu bu ! aku dipromosikan jadi direktur rumah sakit Kelas A di Sumatera”.
“ ya bagus kan?”.
“ Tapi aku bingung bu. Kalau aku terima, nanti bagaimana dengan keluargaku. Dian istriku pasti ndak mau ninggalkan prakteknya. Belum anak-anak, kuliahnya bagaimana? Kalau istri dan anak-anak saya tinggal bagaimana jadinya? Sekarang saja rasanya sudah hampa. Istri ndak pernah ketemu, sibuk dengan kerjanya sendiri. Anak-anak juga gitu.”.
“Kalu gitu Ya ndak usah ngongso ! Nggak jadi direktur juga tidak apa-apa kan? katanya sudah lelah! Lebih baik kamu cari tempat yang nyantai saja. Biar nggak lelah, longgar, bisa kumpul membina keluarga, ngurus anak-anak. Biar keluarga tidak seperti kapal pecah begitu. Terus nanti juga dapat sering-sering nengok ibu”..
“La itu masalahnya bu. Kalau aku nggak jadi direktur, mukaku ditaruh dimana ? Masak mantan direktur terus jadi staf biasa? Malu kan bu! Belum masalah pendapatan. Kalau nggak jadi direktur untuk bayar mobil, apartemen, uang belanja istri, , kuliah anak-anak, untuk ini- itu dan sebagainya dari mana coba?””.
“Harnowo…! Kamu ini bagaimana sih? Uang itu bukan segala-galanya. Pikir istrimu. pikir anak-anakmu. Pokoknya Ibu tidak mau lagi dengar kabar kalau istri dan anak-anakmu jadi orang yang nggak bener ! ini semua gara-gara kamu yang nggak becus ngurus keluarga. Sudah tolak saja tawaran itu!”
”Tapi di rumah sakit besar proyeknya jauh lebih besar bu, pendapatannya juga lebih besar. Pasti uangnya, insentifnya juga jauh lebih besar. Sayang kalau nggak diterima. Apalagi kesempatan ini nggak mungkin akan datang dua kali bu”
“Astaghfirullah al’adzim harnowo… harnowo! Kenapa sih yang kamu pikir uang, uang dan uang melulu!”
“ Sekarang uang itu sangat penting bu. Dengan punya uang kita bisa melakukan apa saja!”.
Astaghfirullah!!!. Aku hanya bisa diam. Tak tahu harus bicara apa. Sementara malam yang kian renta, menyembunyikan rembulan pucat dibalik awan. Membuat malam semakin muram. Semuram hatiku, yang tak tahu jalan pikiran Harnowo, anak kebanggaanku.
”Oahhh................... dah ngantuk bu saya tidur dulu”, kata Hernowo sambil berdiri meninggalkan diriku. Kulihat jelas kerisauan masih bergelayut dihatinya. Kerisauan yang juga membuatku sedih. Resah gelisahpun menghujam, membangkitkan kecemasan yang menjulang. Sampai pagi menjelang aku masih terduduk terbalut resah. Apa....yang akan terjadi?
Pagi buta harnowo pamit kembali ke kota. Kulepas dia dengan setumpuk doa, smoga tak terjadi apa-apa. Tapi hatiku berkata lain. Aku sedih. Semakin sedih dan sendiri. Tak terasa bendungan air dimataku tumpah ruah membasahi pipiku. Kepedihan menikam jauh kedasar jantung hati. Seperti itukah anakku? Mengapa uang telah menjadi berhala yang dipertuhankan? Mengapa harta membutakan mata hatinya? Kemana hilangnya jiwa kesederhanaan? kejujuran? Ampuni hambamu ini ya Allah. Yang tidak mampu menjaga amanah Mu !
********************
Senja merah semburat dibatas cakrawala. Burung-burung pipit terbang meliuk rendah kembali ke sarangnya. Pulang kembali pada induknya. Dengan saudara-saudaranya. Betapa bahagianya mereka ! Sementara aku disini mati dalam sepi. Hanya Iyem pembantuku yang setia menemaniku. Membuatkanku teh dan pisang goreng sebagai teman menikmati senja merah, sambil berharap ada anakku yang pulang sore ini. Termasuk Harnowo.
” Nyonya, monggo koran sorenya Nyonya”, kata Iyem membuyarkan lamunanku.
”Ya, terima kasih yem”.
Ketika kubuka betapa terkejutnya aku, kulihat headline ”Seorang Direktur RS A kota B dengan inisial dr H ditangkap KPK dengan tuduhan korupsi.......”
”Oh.. Harnowo anakku!”.
Seketika semua menjadi gelap. Aku terpelanting ke kiri. Dan tak sadarkan diri..............
Dheminto
Konsultasi gizi gratis. http://gizinews.blogspot.com
http://untaianhikmah.blogspot.com
Selasa, 11 November 2008
ANDAI KUTAHU INI HARI TERAKHIRKU
Bukankah Allah SWT telah berfirman, bahwa setiap yang berjiwa pasti akan merasakan mati? Bukankah tidak hanya Amrozi, Ali Ghufron maupun Imam Samudra, kita semua akan mati. Cuma…… entah kapan itu akan terjadi. Yang jelas pasti kita semua akan mati. Pasti! Bisa besok, lusa, atau justru hari ini.
Sobat.
Seandainya kita tahu bahwa hari ini hari terakhir kita, Apa yang hendak kita kerjakan?
o Apakah kita akan mengingat dosa dan bersimpuh untuk bertaubat nasuha dengan memperpanjang sujud dan istighfar?
o Apakah kita akan membersihkan rumah dari barang haram yang membuat malu didunia dan menjadi beban di akhirat?
o Apakah kita akan menegakkan sholat dengan berjamaah dimasjid, dengan tuma’ninah dan sekusyuk mungkin, dan tidak akan beranjak sebelum melantunkan dzikir yang menggetarkan hati?
o Apakah kita akan meminta maaf kepada orang yang telah kita dzalimi, baik dalam ucapan, perilaku maupun dalam hal harta?
o Apakah kita akan menyampaikan amanah yang dititipkan kepada kita, kepada mereka yang berhak?
o Apakah kita akan banyak membaca Al Qur’an, setelah sekian lama kita tinggalkan?
o Apakah kita akan memperbanyak sedekah kepada orang yang membutuhkan?
o Apakah kita akan menjauhi segala dosa dan segala hal yang tidak berguna?
Jika demikian, mengapa tidak kita kerjakan mulai sekarang? Bukankah, bisa jadi ini hari terakhir kita?
Bukankah Rasulullah SAW telah bersabda, “Sesungguhnya, amal ( yang paling menentukan) adalah amal terakhirnya”.(HR.Bukhari).
Wallahu A’lam bi showab. semoga bermanfaat.
Dheminto.
Disadur dari Majalah Islam Ar Risalah
Menuju bening hati : http://untaianhikmah.blogspot.com
Konsultasi Gizi Online : http://gizinews.blogspot.com
Jumat, 07 November 2008
JADIKAN SABAR DAN SHOLAT SEBAGAI PENOLONGMU
Didalam QS Al Baqarah [2] ayat 153 Allah SWT berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.
MENGAPA SABAR DAN SHOLAT SEBAGAI PENOLONG?
Sobat.
Kata sabar lebih dari seratus kali disebut didalam Al Qur’an. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya makna sabar. Karena sabar merupakan poros, sekaligus inti dan asas segala macam kemuliaan akhlak. Jika kita telusuri lebih lanjut ternyata hakekat seluruh akhlak mulia, sabar selalu menjadi asas atau landasaannya. Misalnya :
• ‘Iffah (menjaga kesucian diri) adalah merupakan bentuk kesabaran dalam menahan diri dari memperturutkan syahwat.
• Syukur adalah bentuk kesabaran untuk tidak mengingkari nikmat dari Allah SWT.
• Qana’ah (merasa cukup dengan apa yang ada) adalah sabar dengan menahan diri dari angan-angan dan keserakahan.
• Hilm (lemah lembut) adalah kesabaran dalam mengendalikan amarah.
• Pemaaf adalah sabar untuk tidak membalas dendam.
• Demikian pula keutamaan akhlak lainnya, semuanya bersumbu pada kesabaran
Dengan kata lain secara psikologis kita bisa memaknai kesabaran sebagai suatu kemampuan untuk menerima, mengolah, dan menyikapi kenyataan. Jadi sabar adalah upaya menahan diri dalam melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu untuk mencapai ridho Allah SWT.
Maka orang yang sabar adalah orang yang mampu menempatkan diri dan bersikap optimal dalam setiap keadaan. Sabar bukanlah sebuah bentuk keputus asaan tapi merupakan optimisme yang terukur. Ketika menghadapi situasi dimana kita harus marah misalnya maka marahlah secara bijak dan diniatkan untuk kebaikan bersama.
Sobat rohimakumullah.
Sedangkan sholat adalah ibadah yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam dengan gerakan dan bacaan tertentu seperti yang telah dicontohkan Rasulullah SAW. Sholat adalah ibadah paripurna yang memadukan olah pikir, gerak, dan rasa. Ketiganya terpadu secara serasi dan selaras dan saling melengkapi. Dalam sholat terintegrasi proses latihan meletakkan kendali diri secara proporsional, mulai dari gerakan, inderawi, aql, dan pengelolaan nafsu yang pada akhirnya akan menghasilkan jiwa yang bersifat muthma’innah. Orang yang memiliki jiwa muthma’innah inilah yang pada akhirnya akan mampu mengaplikasikan nilai-nilai sholat dalam keseharian yaitu nilai-nilai yang didominasi kesabaran paripurna. Prakteknya tercermin dalam sikap penuh syukur, pemaaf, lemah lembut, penyayang, tawakal, qana’ah, menjaga kesucian diri, istiqomah dsb. Dengan kata lain, orang yang sholatnya baik dalam hidupnya akan dipenuhi sifat sabar yang tercermin dalam tingginya akhlak dalam kehidupan sehari-hari.
Karena itulah maka Rasulullah, para sahabat, dan orang-orang shaleh menjadikan sholat sebagai istirahat, sarana pembelajaran, media pembangkit energi, sumber kekuatan dan pemandu untuk meraih kemenangan. Ketika mendapat rezeki melimpah, sholatlah ungkapan kesyukurannya. Ketika beban hidup makin berat, maka sholatlah yang meringankannya. Ketika rasa cemas membelenggu, sholatlah yang membebaskannya.
Maka tak heran bila khubaib bin Adi ketika akan menjalani eksekusi mati, dedengkot kafir quraisy memberi kesempatan untuk mengajukan permintaan terakhirnya. Apa yang dia minta? Ternyata yang diminta adalah kesempatan untuk sholat. Dengan kusyuk sholat dua rakaat ditunaikan. Selepas itu beliau berkata,”Andai saja aku tidak ingin dianggap takut dan mengulur-ulur waktu niscaya akan kuperpanjang lagi sholatku ini”.
Sobat. Rahimakumullah.
Memang sholat yang baik akan menghasilkan kemampuan bersabar. Sebaliknya kesabaran yang baik akan menghasilkan sholat yang berkualitas yaitu terjadinya dialog dengan Allah SWT sehingga melahirkan kenikmatan, ketenangan yang tak terhingga di hati. Barangsiapa yang mampu merasakan nikmatnya berdialog dengan Allah SWT didalam Sholat maka niscaya Allah SWT akan membuka lebar-lebar pintu pertolonganNya.
Sudahkan sholat kita demikian?
Oleh karena itu marilah kita berusaha menegakkan sholat dan mewarnai kehidupan kita penuh kesabaran agar pintu pertolongan senatiasa terbuka lebar untuk kita. Amin.
Semoga bermanfaat.
Wallahu a’lam bishowab.
Dheminto
http://untaianhikmah.blogspot.com
http://gizinews.blogspot.com
Senin, 03 November 2008
HIDUP HANYA UNTUK IBADAH???
Didalam Al Qur’an Al Karim surat Adz Dzariyat ayat 56 Allah SWT telah berfirman, “ Dan Aku (Allah) tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepadaKu”.
Berdasarkan firman Allah ini maka sesungguhnya tugas kita sebagai manusia didunia yang fana ini tidak ada yang lain kecuali hanya beribadah kepadaNya. Hanya beribadah kepada Allah SWT.
“Lho kang….lha kalau tugas kita Cuma beribadah, kapan kita bekerja, kumpul keluarga, bermasyarakat, arisan dan lain-lain? Mosok kita Cuma disuruh sholaaaaat terus, puasa terus, ngajiii terus. Ya nggak bisa to kang”, protes bang Somad.
Sobat!
Komentar bang Somad tadi memang tidak salah, tapi tidak sepenuhnya benar. Memang kebanyakan diantara kita masih beranggapan bahwa yang dinamakan ibadah itu ya sholat, puasa, zakat, ngaji, infak., sedekah, haji dsb. Bahkan sebagian orang memandang apabila sudah haji maka sempurnalah keislamannya dan surga sudah menjadi jaminannya. Hal ini memang tidak sepenuhnya salah. Namun akan menjadi keliru bila hal ini menjadikan kita lupa atau mengabaikan hal-hal lain yang setiap hari kita kerjakan dan menghabiskan waktu kita. Padahal dari situlah modal terbesar kita untuk beribadah kepada Allah SWT.
Coba hitung waktu kita habis untuk apa?
• Sholatkah? Paling sholat kita 5 kali sehari. Kalau sekali sholat 5-10 menit berarti cuman butuh waktu 25-50 menit. Nggak nyampe 1 jam tho kang?
• Puasa? Paling-paling kita setahun sekali. Itupun pas Ramadhan. Yang puasa sunah bisa dihitung dengan jari. Ya kan?
• Zakat? Paling setahun sekali. Itupun sebagian besar cuman zakat fitrah. Zakat malnya banyak yang kelupaan.
• Haji ? Wah…belum tentu bagi kita yang pas-pasan. Termasuk yang ngomong juga. Yang punya duit paling-paling seumur hidup sekali.
Lha ternyata kang…. waktu kita itu habis untuk tidur, bekerja, belajar, ngobrol di poskamling, makan minum, olahraga dsb. Ya..nggak? Dan celakanya, seringkali kegiatan-kegiatan tersebut berjalan dan berlalu begitu saja tanpa muatan/niatan untuk beribadah kepada Allah SWT. Karena tanpa niat untuk beribadah kepada Allah, maka juga tidak akan bernilai ibadah dan tidak akan mendapatkan apa-apa disisi Allah SWT.
“Lho….apa bisa kang : tidur, makan, minum, olahraga jadi ibadah”, Tanya kang Parman.
Ya .. bisa! kenapa tidak!
Bukankah Rasulullah pernah bersabda bahwa “Betapa banyak sekali amalan-amalan yang nampaknya sebagai amalan dunia, dengan niat yang benar maka menjadi amalan akhirat. Betapa banyak amalan-amalan yang nampaknya sebagai amalan akhirat tapi menjadi amalan dunia semata karena niat yang salah”.
Sobat!
Sabda Rasulullah ini menjelaskan kepada kita bahwa betapa banyak amalan-amalan, perbuatan-perbuatan yang kelihatannya merupakan amalan dunia semata seperti makan, minum, tidur dsb, tetapi bisa menjadi amalan akhirat atau bernilai ibadah dan mendapatkan pahala disisi Allah. Karena apa? Karena niat yang benar yaitu mengharap ridho Allah SWT.
Tetapi sebaliknya. Betapa banyak amalan-amalan yang kelihatannya merupakan amalan akhirat, kelihatannya merupakan ibadah seperti sholat, zakat, haji, puasa dan sebagainya. Tetapi hanya menjadi amalan dunia semata, artinya tidak bernilai ibadah dan tidak mendapatkan pahala disisi Allah. Karena apa? Karena niat yang salah yaitu bukan karena Allah tetapi karena yang lain. Misalnya biar dilihat orang, ingin dipuji dsb.
Jadi kata kuncinya adalah NIAT YANG BENAR.
Maka dengan Niat yang benar yaitu semata-mata mengharap ridho Allah, maka insyaallah seluruh aktivitas kita mulai dari tidur, bekerja, belajar, makan, minum bahkan sampai tidur lagi akan bernilai ibadah dan mendapatkan pahala disisiNya.
Terkait dengan ini Rosul pernah bersabda, “Bahwasanya segala amal perbuatan itu tergantung pada niat, dan bahwasannya bagi tiap-tiap orang adalah apa yang ia niatkan”(HR Bukhari Muslim). Intinya :
Perbuatan yang baik dengan niat yang benar karena mengharap ridho Allah akan bernilai ibadah. Dan sebaliknya perbuatan baik dengan niat yang tidak benar yaitu bukan karena Allah maka akan sia-sia. tidak bernilai ibadah dan tidak mendapatkan apa-apa disisi Allah SWT.
Jadi dalam hal ini niat merupakan tamyisul ‘ibadah ‘anil ‘adah. Niatlah yang membedakan apakah perbuatan kita termasuk ibadah atau hanya adat kebiasaan semata yang tidak bernilai ibadah.
“Kang! Lha kalau perbuatan yang tidak baik kita iringi dengan niat yang baik bagaimana? Misalnya : kita judi hasilnya untuk mbangun masjid gimana kang?” Tanya kang paijo.
Wah kalo itu, para ulama mengibaratkan kita cuci muka. Cuci muka kan baik tho? Tapi menjadi tidak baik manakala cuci mukanya dengan kotoran, dengan air kencing misalnya. Maka tidak jadi bersih malah semakin kotor. Demikian juga dengan amal buruk diniatkan untuk kebaikan, Misal judi untuk sedekah. Itu sama saja dengan cuci muka dengan air kencing tadi.
Maka agar hidup kita sesuai perintah Allah yaitu hanya untuk beribadah kepadanya, maka kita harus berbuat baik sesuai tuntunan syariat dan semuanya harus kita lakukan semata-mata dalam rangka beribadah kepada Allah SWT.
Semoga Allah senantiasa melimpahkan rohmat dan hidayahNya untuk kita semuanya sehingga kita dapat melaksanakan tugas pokok kita sebagai hamba Allah yaitu menjadikan hidup kita semata-mata untuk beribadah/mengabdi kepadaNya. Amin.
Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bishowab.
Dheminto
http://untaianhikmah.blogspot.com
http://gizinews.blogspot.com
Rabu, 29 Oktober 2008
KUNCI SURGA
Ketika ajal hampir menjemput Abu Thalib, paman Nabi Muhammad SAW yang senantiasa melindungi beliau dari ancaman kaum kafir quraisy. Saat itu Nabi Muhammadpun bersimpuh disisinya seraya bersabda “Wahai paman, ucapkanlah La Ilaha Illallah, satu kalimat yang dapat engkau jadikan hujjah disisi Allah”.
Namun ketika mendengar ucapan Rasulullah, Abu Jahal dan Abdullah bin Abu Umayah yang berada disisi Abu Thalib segera menyela, “Wahai Abu Thalib, apakah engkau tidak menyukai agama Abdul Muththolib?”.
Selanjutnya mereka berdua tak pernah berhenti mengucapkan kata-kata itu hingga akhirnya Abu Thalibpun meninggal dalam keadaan kafir sesuai hasutan mereka berdua. Rosulullahpun bersedih, air matanya tumpah. Karena beliau tahu pasti bahwa paman yang paling dicintainya kelak di akhirat akan dimasukkan ke dalam neraka. Doa-doapun dipanjatkan ke hadiratNya, agar paman tercinta diampuni dosa-dosanya. Namun Allah SWT tidak berkenan mengabulkannya, karena Abu Tholib meninggal dalam keadaan kafir, belum pernah berikrar syahadat SEKALIPUN!. Maka Rasulpun hanya bisa mohon keringanan hukuman untuk pamannya sebagaimana sabda Beliau “ Semoga syafaatku bermanfaat baginya pada hari kiamat nanti, sehingga dia diletakkan dineraka yang dangkal, hanya sebatas tumit saja”.
Sobat!
Seandainya Abu Thalib mau mengucapkan kalimat syahadat La Ilaha Illallah. Mungkin akan lain jadinya. Karena kalimah la ilah illallah merupakan kunci surga. syahadat adalah bekal yang harus kita bawa agar kita dapat membuka pintu-pintu surga.
Namun yang jadi pertanyaan, cukupkah kita hanya berucap la ilaha illallah?
Terkait dengan ini suatu ketika ada orang bertanya kepada Wahb bin Munabih “ Bukankah la ilaha illallah adalah kunci surga?
Beliau menjawab,” Benar, namun tidak ada satu kuncipun kecuali mempunyai gigi. Jika kamu menggunakan kunci yang bergigi, pintu akan terbuka, jika tidak maka tidak akan terbuka”
Sobat!
Yang dimaksud gigi tersebut adalah syarat-syarat yang harus kita penuhi agar syahadat kita, agar persaksian kita diterima Allah SWT dan bisa kita gunakan sebagai kunci untuk membuka pintu surga. Adapun syarat-syarat tersebut adalah :
1. Mengetahui makna yang dimaksudkan.
Syarat yang pertama kita harus tahu, faham akan makna kalimat syahadat yang kita ucapkan bahwa tiada Tuhan Selain Allah dan Muhammad SAW adalah utusan Allah. Bukankah Rasul pernah bersabda, “ Barangsiapa mati dan dia mengetahui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, ia masuk surga”. (HR.Muslim)
2. Yakin dan tidak ragu-ragu.
Barangsiapa yang berikrar syahadatain, faham maknanya dan dengan penuh keyakinan tanpa keraguan sedikitpun, maka baginya surga. Sebagaimana sabda Rasul SAW, “aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Aku adalah utusan Allah. Tidak ada seorang hamba yang bertemu Allah dengan kedua kalimat ini dan tidak ragu-ragu tentang keduanya, kecuali masuk surga”.
3. Menerima konsekuensi dari kedua kalimat tersebut.
Karena syahadat hakekatnya adalah merupakan pernyataan, ikrar, sumpah, janji dan monoloyalitas terhadap Allah dan Nabi Muhammad SAW, maka didalam hidup, kita harus patuh, tunduk dengan aturan-aturan Allah SWT.
4. Jujur, tidak dusta
Apa yang diucapkan harus benar-benar keluar dari hatinya. Jangan sampai kita mengikrarkan syahadat sementara didalam hati kita menyelisihinya. Itu munafik namanya, dan Allah SWT Maha Tahu terhadap apa yang tersembunyi di dalam relung-relung hati kita. maka barangsiapa berdusta, maka sesungguhnya dia telah mendustai dirinya sendiri.
.
5. Ikhlas
Ikhlas berasal dari kata Khalis yang artinya murni. Maka ikhlas berarti memurnikan segala amal perbuatan baik lesan maupun tindakan hanya semata-mata mengaharap ridho Allah SWT. Jadi bukan karena wanita yang dinikahinya, bukan karena harta, jabatan yang dinginkannya maupun karena si fulan dsb. Tapi semata-mata karena Allah SWT.
Sudahkah syahadat kita sesuai syarat-syarat tersebut diatas? Smoga Allah SWT senatiasa membimbing kita, agar kita termasuk orang-orang yang bersyahadat dengan benar. Amin! Wallahu a’lam.
Dheminto
http://gizinews.blogspot.com
http://untaianhikmah.blogspot.com
Senin, 27 Oktober 2008
SIAPA SESUNGGUHNYA YANG MENANG?
Mereka telah menjalankan ibadah puasa secara khusuk selama 1 bulan penuh. Inilah hari kemenangan itu. Hari kemenangan setelah orang mukmin selama 1 bulan menaklukkan hawa nafsunya. Mereka bertakbir, bertahmid, memuji kebesaran Allah seraya berharap puasa yang telah ditunaikan diterima, dosa-dosa terampuni dan dihari kemenangan ini mereka benar-benar kembali pada fitrah yang suci. Mereka bersukacita mengumandangkan takbir, tahmid menggetarkan hati hingga fajar menyingsing.
Ketika mentari pagi mulai hangat membelai, mereka berduyun-duyun menuju masjid, menuju tanah lapang guna bersujut pada Illahi Robi. Khutbah id dibacakan sepenuh hati, menggugah dan menambah keimanan yang sedang tubmbuh subur dan bersemi. Setelah itu mereka bersalam-salaman, bersilaturohim. Saling memaafkan antara suami dengan istrinya, orangtua dengan anaknya, dengan tetangga-tetangganya, sanak saudara, teman sejawat, dengan semuanya. Semuanya! Tidak peduli kaya miskin, pejabat maupun rakyat, besar maupun kecil, tua muda, semuanya berlapang dada untuk meminta maaf dan memaafkan. Sungguh hari yang sangat indah.
Namun entah! Mengapa ada yang hilang hari ini? Mengapa tak kudengar lagi adzan dhuhur berkumandang? Ketika malam menjemput, tak kulihat lagi jamaah yang melimpah ruah seperti kemarin sehingga masjid agung yang luas ini tak mampu menopang mereka yang begitu banyak. Mengapa tak kulihat lagi para jamaah yang dengan ghirahnya membaca Alqur’an seakan mereka berloma-lomba mengkhatamkan Al Qur’an. Mengapa tak kulihat lagi orang-orang yang berlomba-lomba infak, sedekah, memberi makan pada si fakir miskin. Mengapa tak kulihat lagi mimbar yang selalu terisi para da’I yang yang menegakkan amar ma’ruf nahi munkar. Kemanakah mereka semua? Sakitkah? Mengapa masjid ini kembali sepi? Jamaah sholat maghrib, ‘isak tinggal sebaris lagi. Jamaah subuh tinggal segelintir lagi. Bahkan sholat jum’atpun khotibnya tak nampak lagi. Kemanakah mereka? Sakitkah? Atau mudikkah?
Kini hampir satu bulan hari itu berganti. Tapi mengapa masjid ini masih sepi bahkan semakin sepi? Kemanakah mereka yang ketika romadhan memenuhi masjid ini dengan lurus dan rapatnya shof sholat jamaah? Kemanakah mereka yang ketika ramadhan menegakkan sholat wajib maupun qiyamul lail? Kemanakah mereka yang ketika romadhan meramaikan masjid dengan gemuruh bacaan al Qur’an yang menggetarkan dada setiap mukmin. Kemanakah mereka? Sakitkah? Sakit apa sampai satu bulan belum sembuh? Ataukah mereka pulang kampung dan tak kembali lagi? Atau justru mereka telah berpulang?
Ditengah ketidak mengertianku, kubuka kembali catatan-catatan usangku. Akhirnya aku terpaku pada salah satu hadist riwayat Bukhori dan Muslim dari Abu Hurairah, bahwa Rasullah SAW pernah bersabda “Apabila bulan Ramadhan datang maka dibukakanlah pintu-pintu surga dan ditutuplah pintu-pintu neraka serta dibelenggulah setan-setan”.
Apakah Ini biangnya? Inikah penyebab semua itu? Karena Ramadhan telah berlalu maka pintu-pintu neraka yang dulu ditutup kini telah terbuka kembali? Ataukah karena setan-setan yang dulu terbelenggu kini telah dilepaskan kembali? Sehingga mereka kembali tergoda dan tergelincir pada nafsu-nafsu yang keji? Lantas apa yang mereka dapatkan selama berlapar-lapar 1 bulan ketika itu?
Aku masih terduduk diatas kebingunganku, tiba-tiba suara penuh wibawa menegurku. “Wahai Jin penunggu masjid! Mengapa engkau selalu merisaukan itu? Bukankah setiap tahun sudah seperti itu? Itulah manusia!”, kata malaikat yang sejak tadi mengamatiku. Aku hanya bisa mengangguk kelu.
Tapi aku tetap tidak mengerti “ Mengapa masjidku ini ramai hanya pada saat itu? Lantas apakah arti hari kemenangan itu? Siapakah sebenarnya yang menang ketika itu? Manusiakah? Atau justru iblis dan setan yang ketika itu terbelenggu?”.
*******
Dheminto.
http://untaianhikmah.blogspot.com
http://gizinews.blogspot.com
Sabtu, 25 Oktober 2008
MENGAPA ALLAH MENYURUH KITA BERDOA?
Suatu ketika dalam sebuah majelis ilmu ada seorang santri bertanya pada Pak kyai,
“Pak Kyai, mengapa Allah menyuruh kita berdoa? Apakah karena Allah tidak tahu kebutuhan kita? Kalau Allah itu tahu kebutuhan kita (hambaNya), harusnya tanpa kita memintapun, Allah akan memberi kan Pak Kyai? Karena Allah itu Maha Memberi. Jadi untuk apa kita berdoa Pak Kyai?”
Mendengar pertanyaan itu seketika seisi ruangan masjid agung yang besar itu terkesiap. Semua diam dan hening. Sungguh pertanyaan yang sangat berani. Tapi saya pikir masuk akal juga. Setelah diam sejenak Pak Kyai yang arif dan bijaksana itu, dengan tersenyum penuh kelembutan memberikan jawaban yang sangat gamblang.
“Anakku, Allah menyuruh kita berdoa, itu bukan berarti Allah tidak tahu kebutuhan kita. Allah itu Maha Tahu. Bahkan Allah jauh lebih tahu kebutuhan kita dibanding kita sendiri. Coba pikir! Apa pernah kamu berdoa, “Ya Allah berikanlah aku udara”. Tidak pernah kan? Tapi Allah memberikan, karena Allah tahu kita butuh udara. Begitu juga dengan kebutuhan kita yang lain. Sebenarnya teramat banyak yang tidak kita minta tapi Allah memberikan. Karena apa? Karena Allah tahu bahwa kita butuh. Ini yang pertama.
Yang kedua, Allah menyuruh kita berdoa bukan berarti Allah butuh doa kita, tidak. Sama sekali tidak. Seandainya semua manusia bahkan termasuk semua jin menolak berdoa kepadaNya, kemuliaanNya tidak akan berkurang sedikitpun. Demikian juga sebaliknya. Seandainya semua manusia dan jin berdoa kepadaNya tidak akan menambah kemuliaanNya sedikitpun.
Lalu yang jkadi pertanyaan : “mengapa Allah menyuruh kita berdoa?”
Allah menyuruh kita berdoa karena :
1. Untuk senantiasa mengingatkan bahkan kita ini hanyalah seorang hamba. Dengan senantiasa mengingat bahwa kita ini hanyalah hamba, maka kita akan terhindar dari sikap sombong, takabur dan tinggi hati.
2. Doa itu adalah dzikir.
Dengan berdoa berarti telah mengingat Allah Tuhan Pencipta kita. Dengan mengingat Allah maka hati kita akan tenang. Hiduppun juga akan tenteram. Sebagaimana firman Allah dalam QS Ar Ra’d ayat 12 :’ yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenang dengan mengingat Allah. Jadi, hanya dengan senantiasa mengingat ”Allah”lah hati kita maupun hidup kita akan tenang. Hal ini kita butuhkan to?
3. Doa itu adalah tujuan, keinginan atau target yang ingin kita capai. Ketika kita berdoa “Ya Allah, limpahkanlah kepadaku rezeki yang melimpah”. Maka rezeki yang melimpah adalah target kita. Tentunya target tidak akan pernah tercapai bila tidak disertai usaha yang optimal.
Ibarat orang bercocok tanam, usaha itu adalah benihnya. Sedangkan doa adalah pupuknya. Jadi doa yang tidak disertai usaha sama saja seperti menebarkan pupuk tapi tak pernah menaburkan benih. Ya….kapan akan panen?
4. Doa itu penyemangat, pemberi harapan. Jadi orang yang berdoa adalah orang yang masih punya harapan. Dengan adanya harapan hidup akan lebih bersemangat, lebih bergairah.
5. Yang paling penting, doa itu adalah intinya ibadah. Sebagai hamba Allah tugas utama kita adalah beribadah kepadaNya. Barangsiapa yang baik ibadahnya akan senantiasa mendapatkan ridhoNya. Siapapun yang mendapatkan ridhoNya akan bahagia hidupnya baik didunia yang fana ini maupun nanti diakhirat yang kekal. Siapa yang tidak ingin bahagia hidupnya, hayo…siapa?
Jadi hakekatnya kitalah yang butuh berdoa, bukan Allah bukan siapapun. Oleh karena itu selama masih ada waktu marilah kita perbanyak doa, smoga Allah meridhoi kita . Amin.
Wallahu a’lam.
Dheminto.
http://untaianhikmah.blogspot.com
http://gizinews.blogspot.com
Kamis, 23 Oktober 2008
KEMANA KUCARI KURNIAMU (cerpen)
Bintang gemintang tertimpa awan kelam. Membuat malam kian renta dan muram. Burung hantupun merintih, mengabarkan duka Sobirin yang dihujam gundah merobek jiwa. Gundah harus meninggalkan gubug reotnya, bila tak mampu bayar kontrakan. Gundah bagaimana dia harus berlebaran. Lebih gundah bila anak dan istrinya harus tidur berselimutkan kelaparan. Sementara angin malam yang mendesah membawa aroma busuk sisa pesta buka puasa pejabat tadi sore, menambah suasana kian mengiris-iris hati. Di beranda reot itu, Pak sobirin masih duduk diam dan membatu. Disandarkannya wajah penuh guratan duka pada bantalan keras kursi kayu. Tangan kanan memijit-mijit dahi. Beberapa kali ditariknya napas panjang, tuk sekedar mengibas segala resah. Pikirannya kembali melayang. Mengapa sudah sebulan ini dia keliling tak juga didapatkan jatah rejekinya? Dengan bermodalkan peralatan tukang seadanya, Sobirin keliling menawarkan jasa pembuatan taman. Entah sudah berapa perumahan disinggahi. Tapi tak satupun order diterimanya. Tak sepeserpun rupiah didapatinya. Sementara kebutuhan bertumpuk tumpang tindih bagai benang kusut, yang dia tak tahu bagaimana mengurainya. Kepalanya makin berdenyut. Mata nanar. Berkali-kali dinariknya napas panjang. Tak terasa butiran beningpun menetes dipipinya.
“Pak.............”, sapa Bu Sobirin memecah keheningan. Pak sobirin terperanjat. Dengan cepat dihapus air mata di kedua pipinya, serta membuang jauh kegelisahan pada kegelapan malam.
“Ada apa bu...?” jawab Pak Sobirin ditenang-tenangkannya.
“Beras kita sudah habis! Bagaimana?” kata bu sobirin memelas.
Diraihnya dompet dicelana. Dibuka. Yang ada hanya seribu perak.
Dengan bergetar Pak sobirin mengulurkan lembaran lusuh itu ke pangkuan Sumirah, istrinya, “Ini bu....tinggal seribu..!”.
Sumirah menerimanya dengan gemetar menahan amarah. Kegetiran terpancar jelas diwajah yang memerah. Mendungpun mengembang, dan Airmata tumpah ruah di kedua pipinya. Sumpah serapahpun berhamburan tak terbendung.
“Uang segini untuk apa Pak.....!!? Ini cuman dapat garam ! Apa anak istrimu suruh makan garam tok..mikir to mikir. Otak itu untuk mikir.!!?”. Sumirah berang.
“Sabar to bu........!”, kata Pak Sobirin menghibur istrinya.
“Sabar..Sabar! Kurang sabar apa aku pak !! Sudah saya bela-belain buruh kesana- kemari buat nyari makan. E..... bapak malah males-malesan ! laki-laki apa itu pak??! Sudah tahu mau lebaran, ndak punya beras, Hanun ndak punya baju, kontrakan habis belum bayar, e... bapak malah santai-santai saja ! mikir dong pak, mikir!!!” teriak Sumirah dengan wajah merah padam.
Pak Sobirin terdiam. Tak tahu harus menjawab apa. Dia hanya bisa diam, tertunduk dan kelu.
“Bagaimana pak?? !!!!”,.
Pak Sobirin menarik napas panjang. Matanya dipejamkan. Berusaha tegar dan sabar. Ditahannya air mata agar tak berlinang. Kemudian dipegang tangan istrinya yang berdebu, tuk coba memberi harapan ! Satu harapan. Yang tak lebih hanya fatamorgana yang bisa hilang ditelan gulitanya malam.
“Bu...! Kita harus yakin akan karunia Allah. Insyaallah besok kita akan dapat yang kita butuhkan. Besok kita berusaha. Sekarang mari, kita berdoa. Kita sholat tahajud ya bu!”.
“Berdoa.-berdoa!!! Memang kenyang dengan berdoa !!? Sudah lelah aku berdoa pak! Tapi mana?! Mana!!? Kita tetap kere pak! Sekarang yang penting usaha! Usaha pak! Ndak malah nglamun begitu !!”, teriak bu sobirin sambil membanting pintu sekeras-kerasnya. Pak sobirin hanya bisa diam dan mengelus dada.
Tak lama diambilnya sajadah usang. Ditumpahkannya kegundahan dalam sujud tahajud yang panjang. Bagai ngarai tak terbendung, semua biang gelisah resah dipanjatkan kepada Sang penguasa malam. Dia tak ingin lepas dari sujud. Bahkan hingga sahur menjelang.
Jam telah berdentang 3 kali. Pak Sobirin, Sumirah dan Hanun putri tercinta telah duduk dihamparan tikar lusuh untuk santap sahur. Hanun memandang ke tengah. Dilihatnya hanya ada nasi putih. Tak ada yang lain. Padahal kemarin Hanun telah mengajukan permintaan
“ Bapak..! Hanun pingiiiin banget sahur pake ayam goreng. Sekaliiii saja !! Besok pak ya!!”
“Ya.. Insyaallah”, jawabnya ketika itu.
“Janji lo pak”.
“Ya ! Insyaallah”.
Tapi malam ini, yang tersaji hanya nasi putih dan kecap. Hanya itu.
“Mak...! Lauknya mana!!?” kata Hanun
“Tanya tuh Bapakmu??!”, jawab Sumirah sewot
Karena tak mampu menerima tatapan memelas Hanun dan wajah garang istrinya pak Sobirinpun bangkit dan luruh dalam sujud yang berurai air mata.
Airmatapun makin tak terbendung, ketika dia ingat permintaan hanun minggu yang lalu.
“Bapak !! bajuku sobek...!!” kata Hanun merajuk
“Pakai yang lain dulu to sayang...!” jawab pak sobirin.
“Yang mana bapak...................? kan yang lainnya sudah robek-robek semua”.
“Ya.. nanti dijahit dulu !!”.
“Masak sobek begini dijahit !”, kata Hanun sambil menunjukkan sobek bajunya yang tak mungkin dijahit.
“ Ya sudah nanti ditambal”.
“Masak ditambal!!??!.... Lagian...... masak mau lebaran pake’ baju tambalan !! Kan malu......beli dong pak !!!”.
“Hanun............bapak belum punya uang!”.
“Bapak pasti gitu !!....nggak mau mbelikan baju Hanun kan!!....bapak jahat! Bapak jahat!!”. Katanya cemberut sambil lari masuk ke kamar. Hanunpun menangis dan marah !!!. Hingga seharian dia mengurung diri di kamar. Sementara Pak Sobirin hanya bisa mendesah. Tak tahu harus berbuat apa. Kontrakan rumahpun terlambat 3 bulan belum terbayar. Si empu rumah telah memberi tenggat, bila sampai lebaran belum terbayar maka mereka harus keluar. Keluar kemana?
****
Matahari tak henti mamanggang bumi yang kering dan lapuk. Debu dan pasirnya terhempas-hempas oleh angin kemarau yang panas. Siangpun makin panas menyengat. Sebagian orang akan memilih berteduh dalam rumah yang dingin dan sejuk. Tapi tidak bagi Sobirin. Meski tengah berpuasa, Dia harus tetap melangkah menantang matahari. Berkeliling dari rumah ke rumah, untuk mencari kurnia Illahi..
Mentari sudah tergelincir. Ketika Sobirin melepas penat dibawah pohon beringin ujung perumahan. Disekanya keringat asin dari wajah dan leher. Dari subuh dia berkeliling, namun yang didapat hanya lelah, lapar dan dahaga yang mencekik, mendera setitik asa yang tinggal tersisa. Hati makin pilu, ketika kembali terngiang cercaan istrinya semalam. Ketika teringat kembali putrinya tercinta. Bagai anak panah, doa-doapun dilepas sampai ke atap-atap langit.
“Ya Allah.......... mengapa nasib tak jua berpihak padaku? Harus kemanakah kucari karuniaMu?!.”, ratapnya.
“Adakah kau dengar wahai Sang Penguasa Langit?”.
“ Kalau sampai aku tidak mendapatkan apa-apa, apa yang harus kukatakan pada istriku Ya Allah? Bagaimana anakku, tempat tinggalku! Haruskah aku berlebaran diemperan toko sebagai gelandangan?”.
Ditangkupkannya kedua tangan diwajah, menutupi kepedihan yang tak terbendung.
Tak terasa azan dzuhurpun telah memanggil. Memecah kebekuan dan kepiluan yang membelenggu. Diseretnya langkah ke masjid terdekat, memenuhi panggilan Illahi Robbi. Sholat dzuhur ditunaikan dengan sepenuh hati. Bagai seorang diplomat ulung, dia bermunajat ke HadiratNYa. Disampaikan segala biang keresahan. Tentang hidupnya. Tentang anak dan istrinya. Tentang tempat berteduhnya. Tentang kemiskinan yang selama ini mendera. “Adakah keadilan untukku ya Robbi !! Bukankan selama ini aku hanya menyembahMu? Bukankah selama ini aku hanya mohon pertolongan ke hadiratMu? Bukankan Engkau telah berjanji akan mengabulkan doa yang dipanjatkan kehadiratmu. Kami telah melakukan itu Ya Allah. Kami sudah berusaha. Manakah janjiMu?!! Harus kemana lagi kucari karuniaMu?”
Setelah luruh dalam sujut panjang dengan derai air mata. Bagai dapat suntikan darah segar, dia bangkit dan lari mengejar matahari yang masih tersisa. Dengan mantap dilangkahkan kaki ke luar. Namun baru sampai seberang masjid, langkahnya terhenti. Didepannya tergeletak dompet tebal berwarna coklat. Seolah tersenyum memanggil, untuk merengkuhnya. Pak sobirin menengok kanan kiri. Tak ada siapa-siapa. Siapakah pemilik dompet ini? Tak ada siapa-siapa. Inikah jawaban doaku?
Dengan pelan dibuka. Dilihatnya lembaran-lembaran merah sebanyak 6 lembar berjajar rapi didalam dompet. Seakan memanggil untuk memungutnya. Tapi dia ragu. “ Ini bukan milikku ! Bukan !!”. Ditutup dan diletakkan kembali dompet itu.
Sesaat dia duduk termangu. Dia ingat butuh beras. Ingat bayar kontrakan. Ingat beli baju hanun, istri dan juga dirinya. Dan perlu uang untuk berlebaran.
“Bukankah untuk menyambung hidup aku butuh uang?. Bukankah aku kesana kemari untuk mencari uang? Bukankah ini jawaban dari doa-doa yang kupanjatkan?” kata hatinya. Kembali direngkuhnya dompet itu.
“Ingat !.........itu bukan milikmu. Tidak halal bagimu!. Apakah kamu akan menafkahi keluargamu dengan rezeki yang tidak halal?” kata hatinya yang lain.
“Itu barang temuan, halal bagimu. Apalagi kamu bener-bener butuh to? Ingat hanun! Ingat istrimu!” kata hatinya yang satu.
Maka diambilnya uang itu. Namun ketika dilihat KTP didalamnya, kembali bimbang dan ragu menyelimuti hatinya.
“Nah...itu ada KTPnya, berarti ada yang punya kan. Kamu wajib mengembalikannya! Dosa tahu!!”.
“Tapi............”.
“Ndak ada tapi-tapian! itu bukan milikmu. Pokoknya kamu harus mengembalikan kepada yang punya. Ingat puasamu!”.
“Yah....benar! Memang aku harus mengembalikan uang ini. Harus!” katanya mantap.
Tak lama sampailah dia pada rumah minimalis dengan cat abu-abu berpadu warna putih. Dengan keraguan diketuknya pintu rumah itu, keluarlah seorang laki-laki tinggi besar dengan kumis tebal
“ Ada apa !” katanya garang.
“Maaf pak! Apa benar ini rumah Bapak Anton?”
“Saya Anton. Ada apa ?”
“Maaf pak, tadi saya menemukan dompet ini di dekat masjid. Ini dompet bapak ?’
“Oh... jadi kamu yang nyuri ya!!”, bentak anton.
“Tidak pak! Sungguh saya hanya menemukannya didekat masjid !!” dengan gemetar Pak Sobirin menyerahkan dompet tersebut.
“Hah !!..tinggal 600 ribu!! Yang lainnya mana !! Kamu ambil ya?!!”.
“Tidak Pak ! sungguh!! Demi Allah”.
“Anton !! kalau dia nyuri nggak mungkin dia nganter kesini!” kata seorang kakek dari balik pintu.
“Tapi uang saya tadi 2 jutaan kek!!”.
“Ah ..mosok? Kalau orang ngambil pasti diambil semua. Masak disisakan. 600 ribu lagi. Kamu ingat-ingat dulu deh. Jangan sembarangan nuduh orang !!!”.
“Tapi kek............”.
Pak sobirin bergegas meninggalkan Pak Anton yang masih termangu. Meski Pak anton memanggil-mangil, dia terus melangkahkan kakinya.
“Boro-boro terimakasih !! Ee... malah dituduh mencuri. Nasib-nasib!” gerutunya.
Pak Sobirin terus melangkahkan kakinya. Dia berharap ada orang yang memberikan pekerjaan. Hanya itu yang diinginkan. Rezeki dari kucuran keringatnya. Bukan dari mencuri, apalagi meminta-minta. Na’udzubillahi min dzalika.
Hingga senja merah tinggal semburat di cakrawala. Sobirin tak jua menemukan rezekinya. Sementara angin gunung telah bertiup pelan mengantar burung-burung pulang. Mereka pulang dengan perut kenyang dan sedikit biji untuk anaknya disarang. Alangkah bahagianya mereka !!! Sementara Pak Sobirin hanya bisa mengelus dada. Sudah seharian dia berkeliling. Haruskan pulang dengan tangan hampa? Harus kemana lagi kucari karuniaMu?
“Mengapa burung saja dapat menjemput rezekinya, pulang dengan perut kenyang dan buah tangan untuk anaknya. Sedangkan aku................?”, pak Sobirin terguguk meratapi nasibnya. Dibiarkanya airmata berlinang membasahi pipinya.
“Tapi....aku harus pulang...!”.
Malam menjelang Pak sobirin baru sampai dirumah. Dipandanginya sesaat rumah yang tak lebih dari gubug reot itu. Memang tak pantas disebut rumah. Itupun bukan miliknya. Hanya ada temaram sinar lampu minyak terpancar didalamnya. Tak Terdengar suara apa-apa, hanun maupun istrinya. Keraguan menggelayut di hati pak sobirin.
“Haruskah aku masuk dan berkata pada istri dan anakku , Maafkan bapak ! hari ini bapak tidak mendapatkan apa-apa?.. Padahal mereka menunggu pulangku untuk memenuhi janjiku. Sudah makankah mereka? Sudah berbukakah mereka? Bagaimana dengan kontrakan? Bagaimana baju robek Hanun? Bagaimana harus berlebaran besok?”. Kembali berbagai masalah tumpang tindih menagih janji. Tak tahu dengan apa harus dipenuhi. Akhirnya pak sobirin hanya bisa terduduk kelu didepan pintu. Hatinya semakin teriris-iris ketika suara takbir memanggil-manggil dari masjid-masjid dan surau.
“Allahu Akbar Allahu Akbar! Sungguh Engkau Maha Besar ! Mengapa Engkau biarkan kami yang kecil ini? Mana janjiMu?”,keluhnya pada sang Pencipta dengan berurai air mata.
“Bapak !! ........ Bapak sudah pulang to ?. Kok nggak manggil hanun?! Mak..................! Bapak sudah pulang!”, kata Hanun. Melihat putri tercinta Pak sobirin bingung apa yang yang harus dikatakan padanya. Dia tambah bingung ketika tiba-tiba Sumirah muncul didepan pintu.
“Alhamdulillah bapak sudah pulang? Bapak sudah buka puasa?” tanya Sumirah. Pak Sobirin menggeleng. Kemudian Sumirah menggandengnya ke Meja makan. Pak sobirin heran, mengapa istrinya begitu baik? Kok ada makanan? Bahkan ada ayam goreng kesukaan Hanun, ada sayur lodeh kesukaannya. Ada buah. Ada kolak, ini darimana?
“I....i..ni darimana ?” tanya Pak sobirin tak percaya. Lebih tak percaya lagi ketika dilihat ternyata anak dan istrinya telah memakai baju yang bagus-bagus. Baju barukah?
“Ba....Bajumu.. dari mana? Mimpikah aku?”
“Lho...kan dari bapak to. Bapak kan yang ngirim !”, jawab Sumirah lembut, tidak seperti biasanya.
“Aku yang ngirim......?”.
“Bukan bapak, tapi orang suruhan bapak”.
“Orang suruhanku?”, tanya Pak sobirin makin tak mengerti.
Untuk sesaat mereka hanya saling berpandangan. Tak mengerti apa sebenarnya yang terjadi. Tapi yang pasti bahwa Allah SWT tak pernah melupakan janjiNya. “Pasti!”. (dhemint)
http://untaianhikmah.blogspot.com
http://gizinews.blogspot.com
armint.rspaw@gmail.com
armint.rspaw@yahoo.co.id
Selengkapnya...
LEBARAN, SALAH MAKAN?
Satu bulan sudah kita berpuasa dibulan yang penuh barokah. Pada saat itu kita mampu menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa. Kita mampu mengendalikan panca indra. Kita mampu mengendalikan nafsu syahwat. Kita mampu mengendalikan nafsu perut kita. Tidak saja menghindari yang haram, yang halalpun tidak boleh berlebihan.
Namun bulan itu kini telah berlalu. Dan ironisnya,
latihan kita satu bulan dalam mengendalikan panca indra, mengendalikan nafsu syahwat, dan juga nafsu perut kita seakan hilang begitu saja. Kita lupa bahwa tidak boleh makan berlebihan. Kita lupa bahwa Rasulullah telah berpesan makanlah sesudah lapar dan berhentilah sebelum kamu kenyang. Kita lupa kalau diperintahkan makan tidak hanya yang halal tetapi harus yang tayyib (baik) untuk tubuh kita.
Namun tampaknya Idul fitri telah menjadi ajang pembebasan dari tuntunan tersebut.
Ibarat kendaraan, selama ramadhan kita banyak mengerem. Namun kini rem itu telah ”blong”. Seakan tak ada lagi pengendalian nafsu-nafsu kita terutama nafsu makan kita. Semua yang ada kita lahap habis, bahkan tak berhenti sebelum kekenyangan.
Sobat !
Ternyata fenomena ini bukan tanpa akibat. Coba anda tengok di beberapa rumah sakit, puskesmas, dokter praktek, klinik-klinik bahkan para mantri. Mereka kebanjiran pasien. Ada yang diare, muntah, bahkan ada yang tekanan darahnya naik. Setelah dicek laborat ternyata kolesterol, trigliserida, gula darah, asam urat naik semua. Ini karena apa? Karena salah makan ! Salah makan sobat. Makan yang berlebih-lebihan. Bukankan puasa romadhan mengajarkan kepada kita untuk tidak berlebihan dalam hal makan?
Oleh karena itu berhati-hatilah dalam hal makan aturlah dengan baik. Kalau perlu dietlah. Dan sebaik-baik diet adalah puasa!
Setuju ?????
Dhe Minto.
http://untaianhikmah.blogspot.com
http://gizinews.blogspot.com
armint.rspaw@gmail.com
armint.rspaw@yahoo.co.id
Rabu, 22 Oktober 2008
JANGAN REMEHKAN DOSA KECIL
Baru 1 bulan kita meninggalkan bulan romadhon, bulan yang sangat mulia. Yang didalamnya kita mampu bermujahadah kepada Allah, mampu mengekang segala hawa nafsu. Kita mampu mengendalikan lidah, mata, pendengaran, tangan dan seluruh tubuh kita dari perbuatan yang dilarang Allah, yang dapat membatalkan dan merusak pahala puasa kita. Sehingga saat itu kita mampu menghindarkan diri dari perbuatan dosa demi dosa dan menggantinya dengan pahala demi pahala.
Namun baru 1 bulan berlalu, nampaknya kendali itu satu persatu mulai lepas. Dan kembali kita terjerumus dalam perbuatan dosa demi dosa. Tanpa kita sadari kita kembali meninggalkan kewajiban-kewajiban yang diperintah Allah kepada kita, dan justru kita kembali melanggar larangan-larangan.
Padahal dosa adalah noda-noda hitam yang dapat menutup hati kita sehingga tidak bisa membedakan mana yang haq dan mana yang bathil. Dosa meskipun kecil sekalipun adalah dinding yang menghijab, menghalangi seorang hamba dengan Allah SWT. Dosa juga akan melahirkan kehinaan dan kerendahan seorang hamba baik dihadapan Allah maupun dihadapan manusia lainnya. Dan sesungguhnya dosalah penyebab segala kehancuran di muka bumi ini.
Bukankaah Ibnul Qayyim telah berkata “ Satu hal yang perlu diketahui bahwa dosa-dosa dan perbuatan maksiat itu berbahaya. Bahayanya menghujam hati ibarat racun dalam tubuh. Tingkat bahayanya beraneka ragam, bahkan segala keburukan dan penyakit yang ada di dunia ini tidak lain hanyalah akibat dari perbuatan dosa dan maksiat”
Namun ironisnya kita sering menganggap remeh, kita sering melihat dosa bagaikan lalat yang lewat didepan hidung kita sehingga dengan mudah kita mengusirnya. Padahal seharusnya kita melihat dosa seakan-akan kita duduk dibawah gunung dengan penuh rasa takut, jangan-jangan gunung itu akan runtuh dan menimpa kita.
Sobat rohimakumullah.
Oleh karena itu marilah kita senantiasa berlindung kepada Allah SWT agar kita terhindar dari dosa-dosa besar seperti syirik, zina, membunuh dsb. Dan juga marilah kita senantiasa waspada jangan sampai terjerumus dalam kubangan dosa-dosa kecil. Karena, dosa kecil seringkali disertai kurangnya rasa malu, kurangnya perhatian dan rasa takut serta dianggap remeh oleh pelakunya, sehingga dosa kecil tanpa kita sadari berpotensi menjadi dosa-dosa besar.
Dalam satu riwayat pernah Rosulullah mengadakan perjalanan bersama para sahabat. Ketika sampai pada suatu padang pasir yang luas, beliau berhenti dan bermaksud bermalam di tempat tersebut. Kemudian beliau menyuruh para sahabat untuk mengumpulkan kayu bakar untuk bermalam.
Para sahabat menjawab " Ya Rosul, kita berada di tengah gurun pasir yang luas. tidak ada kayu bakar di sini ya rosul!".
Rosul menjawab,"kumpulkan apa saja, meskipun itu hanya ranting maupun daun kering".
Maka para sahabatpun mengumpulkan ranting maupun daun yang mereka temui. Dan diluar dugaan terkumpullah tumpukan besar daun dan ranting-ranting kering.
Maka Rosulpun bersabda, "Itulah gambaran dosa-dosa kecil".
Maka berhati-hatilah terhadap dosa kecil, karena tanpa kita sadari dapat menumpuk seperti layaknya dosa besar. Apakah penyebabnya?
Penyebabnya adalah :
1. Tanpa kita sadari dosa kecil sering kita lakukan secara terus menerus.
Ibnu Abbas mengatakan “ tak ada dosa kecil jika dilakukan terus menerus dan tak ada dosa besar jika diiring istigfar”
2. Seringkali kita meremehkan Dosa kecil.
Seringkali kita menganggap enteng dosa kecil padahal rosulullah pernah bersabda “berhati-hatilah kalian terhadap dosa kecil, sebab jika ia berkumpul dalam diri seseorang akan dapat membinasakannya: (HR ahmad dan Thabrani)
3. Tanpa kita sadari seringkali kita merasa senang dan bangga melakukannya.
Padahal senang dengan dosa lebih berbahaya dari dosa itu sendiri karena akan menimbulkan keinginan untuk terus melakukannya. Dan ini merupakan jenis lain dari dosa yang jauh lebih berbahaya daripada dosa yang dilakukan sebelumnya.
4. Seringkali kita terbuai dengan kemurahan Allah
Beranggapan karena Allah maha pemurah, pengampun dan penyayang maka Allah akan mengampuni dosanya dan selalu menyayanginya hingga dia merasa aman dengan dosa-dosanya tanpa melakukan perubahan.
5. Karena kurangnya rasa malu, seringkali kita tanpa sadar telah membongkar dan menceritakan dosa yang harusnya kita tutupi.
Rosul bersabda “ seluruh umatku akan dimaafkan kecuali orang yang terang-terangan dalam dosa (al Mujahirun), termasuk terang-terangan dalam dosa adalah seorang hamba yang melakukan dosa dimalam hari lalu Allah menutupinya hingga pagi, namun ia berkata “ Wahai fulan aku tadi malam telah melakukan perbuatan begini dan begini”. (HR Muslim.
6. Jika pelakunya adalah orang alim yang jadi panutan atau dikenal keshalihannya.
Jika dilakukan sengaja meskipun tahu itu dosa, sehingga orang lain menganggap hal tersebut baik dan kemudian mengikutinya. Dia tidak hanya menanggung dosa atas perbuatannya tapi juga kesalahan orang-orang yang mengikutinya.
Marilah kita perbanyak istigfar, mohon ampun kepada Allah SWT. Wallahu a'lam.